Rabu, 14 Juni 2023

Mahargya Suro 1957 Jawa

 

Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI) dikenal sebagai Organisasi berskala Nasional yang didirikan mulai tahun 2014 mewadahi bermacam perkumpulan/organisasi penghayat kepercayaan yang mengutamakan aktifitas spiritual (kebatinan, kejiwaan, kerohanian) sekaligus menjadi tempat berkumpulnya aneka komunitas adat dan tradisi  sebagai agama leluhur yang berasal dari berbagai daerah.

MLKI kota Surabaya sejak awal berdirinya di tahun 2015 telah sepakat menjadikan tanggal 1 Suro sebagai hari besar penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME yang diwarisi dari organisasi sebelumnya (SKK, HPK, BKOK) layak untuk diperingati setiap tahun, bahkan di sepanjang bulan Suro para warga penghayat (secara komunitas) dibebaskan memilih hari apa saja dan tanggal berapa saja untuk memperingatinya.

Secara terkoordinasi MLKI kota Surabaya telah membentuk Panitia Suro guna mempersiapkan aneka kegiatan dalam bulan Suro yang akan datang dengan memperhatikan beberapa aspek :

  1. Situasi dunia saat ini yang terancam resesi global dan kemungkinan terjadinya Perang Dunia ke 3 serta prediksi dampaknya bagi masyarakat Indonesia
  2. Situasi dan kondisi masyarakat Indonesia (khususnya kota Surabaya), yang baru bangkit dan berbenah setelah terlanda Covid-19,  yang sedang meningkatkan kewaspadaan menghadapi bahaya Intoleransi, kriminalitas dan Narkoba, yang sedang bersiap-siap mensukseskan Pemilu serentak tahun 2024

Sungguh bukan situasi dan kondisi yang baik-baik saja, perlu pemikiran mendalam dan luas guna menyusun dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan bermutu bernuansa spiritual yang dapat dinikmati oleh banyak pihak sekaligus sebagai kontribusi warga penghayat kepercayaan dalam berpartisipasi di era percepatan pembangunan, memberikan keteladanan dalam membangun dan melestarikan budaya santun, luwes, toleran, sabar, cermat dan penuh estetika. 

    Tahun 1957 Jawa ini kami tandai dengan candrasengkala " Pandhita winisik ngarumke praja" yang mengandung arti bahwa para Penghayat Kepercayaan berniat membangun sikap Pandhita (khusuk dan banyak berdo'a ) yang selalu mengingat Tuhan YME dan menyongsong Petunjuk (winisik) agar membuahkan niat dan perbuatan positif yang dapat mengangkat harkat dan martabat (ngarumke) Negara (praja).

    Kegiatan pertama  yang akan dilaksanakan mengawali bulan Suro adalah Gelar Busana Jawa, selain sebagai sarana eksistensi penghayat, juga merupakan ajang penampilan budaya yang bernilai luhur karena hampir di tiap sisi dari bentuk, bahan, warna, dan nama-nama bagian dari busana Jawa (khususnya) memiliki makna dan nilai simbolisnya masing-masing, yang itu semua erat hubungannya dengan filosofi kehidupan di tanah Jawa. Kegiatan ini akan dilaksanakan tepat pada tanggal satu Suro yang bersamaan dengan datangnya 1 Muharram menurut penanggalan Islam.

    Kegiatan ke dua adalah mengingat sejarah sekaligus menghargai jasa para pahlawan/leluhur yang telah meninggalkan banyak warisan positif di bumi Surabaya ini . Kegiatan ini berupa kunjungan ziarah (pisowanan) ke beberapa makam leluhur Surabaya dan makam pahlawan di jl. mayjen Sungkono Surabaya. Kegiatan ini dilaksanakan mulai sore hari sampai selesai, biasanya dengan mengunjungi makam Eyang Wongsonegoro di Bangkingan, Eyang Sawunggaling di Lidah Wetan, Eyang Yudokardono di Jl. Cempaka, Tegalsari, dan juga ke Taman Makam Pahlawan.



    Kegiatan ke tiga ada kaitannya dengan maksud yang terkandung dalam kegiatan ke dua yaitu mengingat sejarah sekaligus menghargai jasa para pahlawan/leluhur yang telah meninggalkan banyak warisan positif, namun dalam bentuk yang lebih konkrit yaitu berupa Jamasan Pusaka. Aktifitas ini sebenarnya juga sebagai pelestarian tradisi masyarakat Jawa khususnya selama bulan Suro. Kegiatan ini akan digelar di pendopo Petilasan mBah Pradah yang lokasinya persis di belakang Sanggar Agung Sapto Darmo Indonesia dua hari menjelang pelaksanaan Ruwat Sukerto Murwokolo. Bagi masyarakat yang ingin mencucikan pusakanya dapat menitipkannya kepada Panitia.

     Ruwat Sukerto Murwokolo merupakan kegiatan berikutnya yang penuh kesakralan, mengingat tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah perbaikan nasib dan keselamatan  hidup di masa mendatang bagi para pesertanya. Khusus untuk acara ini Panitia membebankan tidak hanya kepada ki Dalang, tetapi juga di dukung Laku Spiritual para sesepuh/pinisepuh penghayat yang paham akan acara ini (secara sukarela) baik dalam bentuk prosesi, sesaji, lakon pedalangan, mantra dsb. Peserta (orang tua dan yang diikutkan ruwatan) benar-benar diajak bersama-sama menjalani Laku dan berdo'a secara khusuk agar apa yang ingin dicapai semuanya dikabulkan Tuhan YME.